Aku menatap aliran sungai itu. Pohon-pohon besar yang berada di sepanjang pinggir sungai itu bergoyang-goyang akibat hujan di sertai angin yang cukup deras. Tapi aku tidak merasakan apapun. Hanya rasa sakit yang kurasakan.
Entah sudah berapa lama aku menatap sungai itu. Aku naik ke atas pagar pembatas. Tiba-Tiba kaca mata yang kukenakan terlepas hingga benda itu meluncur bebas menuju sungai dan akhirnya terbawa arus dengan cepat.
Aku sempat ragu sesaat, tapi rasa ragu itu segera hilang saat terbayang wajah Ji Yong. Aku memejamkan mataku dan membiarkan tubuhku lemas. Tapi tiba-tiba tubuhku di tarik. Aku terjatuh menimpa orang itu.
---
Deraian hujan terdengar menimpa mobilnya. Dae Sung mengendarai mobilnya dengan kecepatan stabil. Sesekali ia ikut bernyanyi mengikuti lantunan musik yang terdengar dari radionya.
Seseorang yang sedang berdiri di pinggir pembatas mengalihkan pikirannya. Tanpa sadar, ia sudah menghentikan mobilnya. Ia segera keluar dari mobilnya saat perempuan itu mulai naik ke pagar pembatas.
Perempuan itu menundukkan kepalanya hingga kaca mata yang di kenakannya terlepas. Ia terhenti begitu melihat perempuan itu mengangkat kepalanya. Ia berpikir mungkin saja perempuan itu berubah pikiran. Tapi ternyata perempuan itu memejamkan matanya. Ia segera berlari menuju perempuan itu dan menariknya menjauh dari pagar pembatas itu.
Tidak sanggup menjaga keseimbangannya, ia terjatuh bersama perempuan itu. Mereka terbaring di trotoar. Ia berniat untuk segera bangkit tapi di rasakannya perempuan itu sesenggukan di dadanya. Perempuan itu sama sekali tidak bergerak. Akhirnya ia hanya membiarkan perempuan itu menangis di dadanya sambil sesekali tangannya membelai kepala perempuan itu, berusaha memberinya ketenangan walau hanya sedikit.
Saat tangis perempuan itu mereda, Dae Sung langsung menegurnya perlahan.
“Maaf, nona…” gumamnya. Bisa dirasakannya perempuan itu tersentak. Perempuan itu segera bangkit dan berdiri. Dae Sung segera berdiri di hadapannya.
Baru saja Dae Sung ingin bertanya padanya, tiba-tiba perempuan itu berbalik dan berlari meninggalkannya. Ia berniat mengejarnya tapi cuaca yang dingin membuatnya tidak sanggup lagi untuk tidak masuk ke dalam mobilnya.
---
“Astaga, Sun Ri, kau darimana? Kenapa basah kuyup begini? Mana kaca matamu?” Ia menoleh dan melihat Yun Mi datang menghampirinya.
“Ya, kau! Ambilkan handuk!” Yun Mi yang sudah duduk di sebelahnya berteriak kepada orang yang lewat di hadapannya. Orang itu mengangguk dan berlalu dari hadapan mereka.
“Buka dulu jaketmu, Sun Ri.” Yun Mi membantunya membuka jaket. Ia tetap menggigil kedinginan. “Tunggu sebentar, ya. Aku ambilkan pakaian ganti.”
Kini mereka berada di sebuah gedung tempat di selenggarakannya pernikahan Ji Yong. Awalnya Sun Ri berniat tidak akan datang ke sini. Ia bahkan berniat mengakhiri semuanya. Ia mencintai Ji Yong, dan ia benci hal itu. Tidak seharusnya ia mencintai orang secara berlebihan, apalagi orang itu akan menikah.
Ia masih ingat kejadian tadi. Di saat ia ingin mengakhiri semuanya, seorang lelaki datang dan mencegahnya melakukan hal itu. Ia ingat ia menangis pada lelaki itu, padahal ia dan lelaki itu saling tidak mengenal. Saat melihat lelaki itu, tiba-tiba ia merasa harus datang ke acara ini. Entah kenapa, lelaki itu memberinya sedikit semangat.
“Sun Ri-ah?! Astaga, apa yang terjadi denganmu?!” Suara Ji Yong membuatnya terkejut setengah mati. Ji Yong bahkan sudah duduk di sebelahnya.
“Aku tidak apa-apa,” gumam Sun Ri tanpa bisa menyembunyikan getaran suaranya. Ia ingin sekali memukul lelaki yang ada di hadapannya ini. Lelaki yang tanpa sadar sudah memberinya harapan. Tapi lelaki ini tidak tahu apa-apa tentang perasaannya.
“Sebaiknya kau pulang saja. Kau tidak harus menghadiri acara ini,” kata Ji Yong dengan nada yang terdengar kasihan. Sun Ri menggeleng cepat.
“Masa’ aku tidak menghadiri acara penting sahabatku sendiri?” tanya Sun Ri sambil memaksakan senyumnya. Ji Yong tertawa mendengarnya. Ia menepuk pundak Sun Ri pelan.
“Jangan memaksakan diri. Kalau memang tidak enak badan, kau boleh pulang, kok.”
“Kau mengusirku?”
“Bukan! Ah, terserahmulah. Aku harus pergi sekarang. Bye.” Ji Yong beranjak meninggalkannya. Ia terus menatap punggung lelaki itu hingga menghilang di balik pintu.
---
“Jaket… jaket…”
Dae Sung berlari dan masuk melalui pintu belakang gedung. Saat matanya bertemu dengan Ji Yong, ia segera berlari menghampirinya.
“Ya! Darimana saja?”
“Jaket…” ucapnya sambil menggigil.
Ji Yong yang melihat ada jaket di dekat mereka segera menariknya dan memberikannya kepada Dae Sung. Dae Sung langsung memakainya, tidak peduli ia berlapis dua jaket.
“Mana Yun Hae?” tanya Dae Sung.
“Masih di ruang rias. Kau darimana saja?” tanya Ji Yong yang suaranya tiba-tiba berubah dingin.
“Hei, jangan marah! Aku hanya bertanya tentang dia. Bukan maksud apa-apa, teman!” jawab Dae Sung saat melihat perubahan wajah Ji Yong. Ji Yong hanya mengangguk-angguk lalu kembali bertanya, “Aku bertanya, kau darimana?!” Ji Yong memberi penekanan di 2 kata terakhir.
“Oh, maaf. Tadi macet. Mm, sepertinya aku harus ganti baju sekarang. Bye!” katanya saat melihat seseorang melambai padanya. Ia menepuk pundak Ji Yong, lalu menghampiri perempuan yang memanggilnya itu.
Saat menuju ruang ganti, ia melihat seorang perempuan sedang duduk merenung dengan Yun Mi berada di sampingnya. Ia merasa mengenali sosok perempuan itu. Mungkin karena merasa di perhatikan, perempuan itu mengangkat wajahnya dan mereka bertatapan sejenak. Tidak salah lagi. Dia memang perempuan yang tadi berada di jembatan.
Karena seseorang memanggilnya, akhirnya ia meninggalkan perempuan itu dan masuk ke ruang ganti. Setelah mengganti pakaiannya, ia kembali ke tempat perempuan tadi berada, tapi ia tidak menemukan perempuan itu.
---
Setelah semua acara selesai, akhirnya Sun Ri bisa menghela nafas lega. Ia akan mengganti pakaiannya dan pulang ke rumah. Sudah terbayang di pikirannya tempat tidur yang empuk.
“Kau sudah baikan?” Ia berbalik saat pundaknya di tepuk. Dilihatnya lelaki itu sedang tersenyum padanya. Semenjak pertama kali melihatnya tadi siang, saat di jembatan, ia merasa lelaki itu mirip dengan seseorang, tapi ia tidak bisa menemukan siapa ‘seseorang’ itu.
“Maaf, merepotkanmu.” Sun Ri membungkukkan badannya sedikit—mengingat kejadian tadi siang.
“Hei, bukan masalah besar. Kau mau pulang?” tanya lelaki itu. Sun Ri mengangguk. Lelaki itu menawarkan tumpangan padanya. Sun Ri menolaknya dengan halus.
“Ini sudah malam, kau tahu. Tidak baik perempuan pulang sendiri. Nanti kalau terjadi sesuatu…”
“Hei, aku cukup kuat. Aku lebih tidak nyaman kalau pulang bersamamu.” Lelaki itu menatapnya bingung. “Maksudnya merepotkanmu.”
“Tidak merepotkan. Kkaja.” Lelaki itu langsung menariknya tanpa bisa di tolak Sun Ri.
“Ngomong-ngomong kita belum berkenalan.” Lelaki itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sun Ri tertawa kecil. “Dasar ceroboh. Berkenalan saja belum, sudah menawarkan tumpangan!” kata Sun Ri.
“Kau juga, mau saja menerimanya!” kata Dae Sung tidak mau kalah.
“Hei, kau yang memaksaku!” Mereka berdebat kecil lalu akhirnya memperkenalkan diri masing-masing. Pembicaraan mereka sudah mengarah ke mana-mana saat mereka berhenti di depan rumah Sun Ri.
“Terima kasih, tumpangannya, Dae Sung-ssi,” kata Sun Ri.
“Panggil aku Dae Sung saja, Sun Ri.” Kata Dae Sung. Sun Ri mengangguk.
“Baiklah, Dae Sung saja—”
“Tanpa saja!” Dae Sung memutar matanya kesal. Sun Ri tertawa. “Dae Sung, aku pulang dulu. Terima kasih banyak untuk semuanya. Sampai jumpa.” Sun Ri lalu menutup pintu mobil.
Saat mobil sudah berlalu pergi, Sun Ri tiba-tiba menyadari sesuatu. Sampai jumpa? Bagaimana aku bisa bertemu lagi dengannya kalau aku tidak tahu alamatnya? Nomor teleponnya?
---
Esok paginya, Sun Ri berusaha mencari kesibukan. Merapikan kamarnya, membersihkan rumah, semua dilakukannya agar ia tidak lagi memikirkan Ji Yong. Ia benci kalau saat ia diam, pikirannya pasti akan kembali pada Ji Yong.
Saat sedang sibuk merapikan kamarnya, ia mendengar bunyi bel. Tanpa berpikir lagi, ia segera berlari menuju pintu rumah dan membukanya.
“Hai!” Dae Sung muncul di hadapannya. Sun Ri terdiam sejenak. Orang ini… ia bahkan nyaris melupakannya. Untuk apa dia kesini lagi?
“Oh, Dae Sung. Masuklah. Ada apa?”
“Kau sibuk?” tanya Dae Sung. Sun Ri mengangguk perlahan. “Kenapa?” tanyanya saat melihat wajah Dae Sung terlihat putus asa.
“Tadinya aku mau mengajakmu jalan-jalan… Tapi karena kau sibuk…”
“Jalan? Kemana?”
“Kemana saja yang kausuka. Aku… sebenarnya aku ingin… mengenalmu lebih dekat.” Dae Sung berkata ragu-ragu. Sun Ri tersenyum mendengarnya.
“Tunggu sebentar, ya.” Sun Ri segera berbalik ke kamarnya.
“Tunggu, kau bilang kau sibuk. Lebih baik kita tidak jadi saja…”
“Tunggu sebentar. Aku ganti baju dulu, cerewet!” teriakan Sun Ri membuatnya bungkam. Ia memperhatikan ruang tamu itu. Tidak ada foto keluarga di ruang tamu itu. Ia berpikir mungkin Sun Ri tinggal sendiri.
“Aku siap! Jadi, kita kemana?”
Seharian itu, mereka menghabiskan waktu mengelilingi kota Seoul. Siangnya, mereka berhenti di sebuah taman dan menikmati makan siangnya bersama. Pukul 3 sore, akhirnya Dae Sung mengantar Sun Ri pulang.
---
Karena mereka telah bertukar nomor telepon dan alamat rumah, akhirnya mereka lebih sering bertemu dan semakin dekat. Tanpa sadar Sun Ri selalu menceritakan tentang Ji Yong. Ia tidak pernah menyadari raut wajah Dae Sung yang seringkali berubah setiap kali mendengar nama itu meluncur dari mulut Sun Ri. Mereka menjadi sepasang sahabat yang selalu berbagi cerita setiap kali bertemu.
Sun Ri, aku jemput sekarang, ya.
Sun Ri tersenyum membaca pesan singkat yang dikirim oleh Dae Sung. Setelah membalasnya, ia meletakkan ponsel itu di atas meja dan kembali berkonsentrasi dengan televisinya.
Sun Ri segera membuka pintu rumah saat mendengar suara mobil. Ia membiarkan Dae Sung masuk ke dalam rumahnya sementara ia menunggu di depan televisi.
“Serius sekali nontonnya,” sindir Dae Sung. “Ada tamu yang datang menjemput.”
“Cerewet. Tamunya hanya kau, tidak perlu repot.”
Akhirnya Dae Sung ikut menonton televisi bersama Sun Ri. Untungnya film yang ditayangkan segera habis. Dae Sung sama sekali tidak mengerti jalan ceritanya. Lagipula ia kesini untuk menjemput, bukannya menonton.
“Tunggu, aku ganti baju dulu.” Sun Ri memberikan remote televisi kepada Dae Sung dan segera beranjak menuju kamarnya.
Setelah Sun Ri turun dari kamarnya, Dae Sung di ajak untuk berpamitan dengan umma-nya.
“Ya ampun, aku titip salam saja.”
“Sudahlah. Kau belum pernah bertemu, kan? Ayolah.” Sun Ri terus memaksa Dae Sung.
Dae Sung tertegun saat melihat wanita yang di perkenalkan Sun Ri, begitu pula sebaliknya. Rasa benci itu langsung menyelimuti dirinya saat melihat wanita itu. Sun Ri kebingungan saat menyadari hawa kaku yang menyelimuti umma-nya dan Dae Sung.
“Umma? Dae Sung? Ada apa? Kalian sudah saling kenal?” tanya Sun Ri.
“Oh, bukan apa-apa,” jawab Dae Sung cepat. Ia menganggukkan kepalanya sedikit, lalu segera pergi meninggalkan mereka.
“Umma, ada apa?” Sun Ri menepuk pundak umma-nya. Umma-nya tersentak.
“Eh, tidak. Pergilah. Selamat bersenang-senang.”
Sun Ri melihat umma memaksakan senyumnya.
---
Mereka berjalan-jalan ke pusat pertokoan. Saat sedang membeli makanan, tiba-tiba Sun Ri melihat seorang laki-laki bersama perempuan yang sangat di kenalnya. Ia meletakkan makanannya di atas meja dan mendorongnya. Tiba-tiba ia menjadi tidak nafsu makan.
“Sun Ri…?” panggil Dae Sung. Tanpa sadar, Sun Ri menangis. Dae Sung segera berpindah ke sebelahnya. Ia mengikuti arah pandangan Sun Ri dan mengerti. Ia menyandarkan kepala Sun Ri di pundaknya. Tangannya mengusap-usap punggung Sun Ri perlahan.
“Sun Ri, mereka kesini.” Sun Ri segera mengangkat kepalanya dan menghapus air matanya.
“Dae Sung? Sun Ri? Astaga, jadi kalian…”
“Hai, Ji Yong, Yun Hae,” sapa Dae Sung. Sun Ri juga ikut menyapanya.
“Sejak kapan kalian jadian? Kenapa tidak memberitahuku?” tanya Ji Yong tanpa basa-basi.
“Hah? Jadian? Kami tidak jadian!” Sun Ri berusaha mengelak.
“Ha-ha! Bohong. Apa yang kalian lakukan disini?” tanya Ji Yong.
“Makan, tentu saja. Kalian tidak bulan madu?” tanya Dae Sung. Merasakan Sun Ri yang melemas di sebelahnya, ia menjadi serba salah. Ia mengutuk dirinya yang kelepasan bertanya seperti itu.
Setelah berbincang-bincang sebentar dan akhirnya Ji Yong pun pergi, Dae Sung kembali menoleh pada Sun Ri. Di lihatnya Sun Ri hanya memainkan sendoknya.
“Makanlah,” kata Dae Sung sambil mengusap kepala Sun Ri.
“Dae Sung… apa aku salah kalau aku masih mencintainya…?” Suara Sun Ri bergetar menahan tangis. Dae Sung tidak menjawabnya. Ia membiarkan Sun Ri menyurukkan kepala ke dadanya, membiarkannya menangis. Tangannya mengusap punggung Sun Ri perlahan, berusaha menenangkannya. Tapi pikirannya terus memikirkan kejadian di rumah Sun Ri tadi.
Kejadian saat ia bertemu orang yang paling di bencinya.
---
Konsentrasinya buyar. Dae Sung menutup laptopnya dan termenung kembali. Ia masih ingat dengan wajah itu. Wajah yang terakhir kali dilihatnya saat berumur 4 tahun. Wanita itu yang memasuki kehidupan keluarganya, menghancurkan semuanya.
Mungkin umma sudah tidak memikirkannya lagi, tapi tidak dengannya. Peristiwa itu membuatnya berpikir menjadi pendendam. Ia berniat akan melakukan apa saja agar appa-nya berhenti melihat perempuan itu dan kembali pada umma-nya.
Tapi, jangankan melakukan sesuatu. Bertemu saja tidak pernah, bahkan hingga dirinya kini dewasa, ia tidak pernah lagi melihat appa-nya. Dan saat melihat wanita itu, kebencian itu kembali lagi, padahal ia nyaris melupakannya.
Wanita itu, umma-nya So Ryu. Ia tersentak. Kalau begitu, apa maksudnya semua ini? Dia dan So Ryu adalah saudara se-ayah, begitu?
Ia terkejut saat merasakan sesuatu mengalir dari hidungnya. Ia mengambil tisu lalu mengelapnya dan terkejut saat melihat tisunya berubah warna menjadi merah. Semakin lama semakin banyak hingga membasahi bajunya.
Tiba-tiba ia merasa pusing dan pandangannya gelap seketika.
---
“Dae Sung…” Suara umma terdengar. Mata Dae Sung perlahan terbuka dan berusaha menyesuaikan dengan keadaan sekitar. Dilihatnya umma dan Sun Ri sudah berada di samping tempat tidurnya. Ia mengenali tempat itu bukan sebagai kamarnya.
Ia mengenali bau ini. Rumah sakit? Apa yang terjadi dengannya?
“Tidak apa-apa,” ucap umma-nya menenangkan.
---
Dae Sung sudah berada di sini selama sebulan lebih tanpa mengetahui apa penyakitnya. Umma-nya selalu menyembunyikannya tiap kali di tanya. Begitu pula dengan dokter ataupun perawat-perawatnya. Semuanya seolah bekerja sama untuk menyembunyikan sesuatu darinya.
Dae Sung bersikeras ingin pulang karena ia merasa baik-baik saja, tapi umma melarangnya. Dan selama itu, Sun Ri sering menjenguknya. Sun Ri bergantian dengan umma-nya Dae Sung untuk menemaninya.
Keadaan Dae Sung semakin baik dari hari ke hari. Dan akhirnya, setelah penantian sekian lama, akhirnya ia di perbolehkan pulang. Ia terlalu suntuk di rumah sakit ini.
Tapi sesuatu yang tidak terduga terjadi. Ia merasakan sakit luar biasa di kepalanya. Ia tidak bisa bergerak. Ia berteriak sekencang mungkin untuk mengimbangi rasa sakitnya. Umma dan Sun Ri yang berada bersamanya terkejut dan langsung menekan tombol yang berada di samping tempat tidur. Tidak lama kemudian dokter datang di sertai beberapa perawatnya.
Sun Ri memeluk umma-nya Dae Sung yang menangis tersedu-sedu. Ia sendiri tidak mampu membendung air matanya. Dalam hati ia berdoa untuk kebaikan Dae Sung. Ia tidak siap jika Dae Sung harus pergi sekarang.
Tiba-tiba sang dokter berbalik. Wajahnya menyiratkan kesedihan. Saat melihatnya menggeleng pelan, Sun Ri tahu apa yang terjadi.
Dae Sung telah pergi, untuk selamanya.
---
Pemakaman Dae Sung sudah berlalu sejak 2 hari yang lalu, tapi Sun Ri tetap tidak bisa menghentikan tangisannya. Ia terkejut setengah mati saat umma-nya Dae Sung meneleponnya. Dae Sung terus menyebutkan namanya, begitu katanya. Ia lebih terkejut lagi saat umma-nya memberitahunya nama penyakit Dae Sung. Kanker otak.
Beliau berkata untuk tidak memberitahu Dae Sung. Sun Ri harus bersikap seceria mungkin di hadapan Dae Sung agar Dae Sung merasa bersemangat dan lebih cepat sembuh. Hampir sebulan lamanya, dan ia pikir itu membuahkan hasil karena Dae Sung di perbolehkan pulang. Tapi rupanya Tuhan berkehendak lain.
“Sun Ri…” Ketukan halus di pintu kamar membuatnya bangkit dari baringnya. Cepat-cepat di hapusnya air matanya.
Umma menghampirinya. “Cuci muka dulu, sayang. Ada tamu di luar.” Umma membantunya menuju kamar mandi. Setelah itu ia meninggalkan Sun Ri.
Setelah mencuci muka dan mengganti pakaiannya dengan yang lebih rapi, ia keluar kamar dan menuju ruang tamu. Ia terkejut saat melihat tamunya.
“Ajeumma…?” gumamnya saat melihat umma-nya Dae Sung berada di sana bersama umma-nya. Ia bergabung dengan mereka.
“Ada perlu apa… ajeumma kesini…?” tanyanya. Apa ini tentang Dae Sung?
“Aku datang untuk menyampaikan sesuatu. Tentang kebenaran yang mungkin kau tidak tahu. Mungkin Dae Sung belum sempat memberitahumu tentang ini,” kata umma-nya Dae Sung. Sun Ri menunggu penjelasan.
“Biar aku yang menjelaskannya,” sela umma-nya. Sun Ri semakin tidak mengerti.
Ia mendengarkan cerita umma yang sesekali di bantu oleh umma-nya Dae Sung. Ia tertegun setelah cerita itu selesai.
“Jadi… aku dan Dae Sung… saudara se-ayah…?” tanya Sun Ri tidak percaya. Kedua wanita itu mengangguk perlahan.
“Aku menemukan ini tadi pagi saat merapikan kamarnya. Kalau kulihat, kurasa dia berniat menyerahkan ini sebagai hadiah ulang tahunmu,” kata umma-nya sambil menyodorkan sebuah buku. Sun Ri menerimanya.
Sun Ri tertegun saat membuka halaman pertama. Di situ tertulis,
Untuk Sun Ri
Saengil chukhae~! ^-^
“Kau tentu tahu dia senang menuliskan idenya dan menggubahnya menjadi lagu,” ucap umma-nya Dae Sung sambil memberikan sebuah kaset. “Ini kaset rekamannya. Khusus untukmu.”
---
Sun Ri termenung sambil menatap buku dan kaset yang ada di tangannya. Perlahan ia memasukkan kaset itu ke tape miliknya dan duduk di hadapan tape itu sambil membuka-buka buku itu. Semua lirik itu bertemakan kebahagiaan. Tapi ada satu lirik yang terletak paling belakang. Mungkin itu lirik terakhir yang di tulisnya.
Lirik lagu itu berbeda dari yang lainnya. Lirik yang ini lebih tertuju pada kesedihan. Perlahan ia membaca lirik itu. Air matanya mengalir deras tanpa bisa dihentikan saat suara Dae Sung perlahan mengisi keheningan kamar itu.
I try smiling again today
This way, you’ll smile
Because that guy keeps making you cry
Whatever it takes, I want to make you smile
To me, loving you alone is so painful
I can barely put up with it
But I’d rather die then to see you cry
For you, I try smiling again today
I Love you since I Love you
Since I’m happy as long as you’re here
Eventhough my heart aches
I try smiling again
Like someone who makes people smile
Like someone who has no pain
I quietly cry behind you again today
My hearts becoming numb
At your slightess sadness
I hate that guy so much
He has all of your love
Yet, he still makes you cry, what more does he need
The endless tears keep filling up
I once again try to forcefully hide it
Eventhough it hurts so bad as if I’m gonna die
Eventhough this pain driving me crazy
Because I love you more
Because I care for you more than myself
Even if my eyes begin to cry, I bear though it
Even if I can’t seek out my love
I try smiling in front of you once again today (Daesung-Try Smiling)
FIN