2
FF/ONESHOOT/YOU'RE MY MIRACLE/PG15
YUN MI POV
Yun Seo menyandarkan kepalanya di lenganku, sementara aku masih membacakan cerita dongeng untuknya. Sebentar-sebentar aku menghentikan membaca cerita dan menoleh untuk melihatnya, apakah ia sudah tertidur atau belum.
“Umma, kenapa berhenti?” Tanyanya dengan raut wajah kesal.
“Hmm? Gwaenchana, umma pikir kau sudah tidur. Masih mau lanjut?” Tanyaku sambil mengelus kepalanya. Ia mengangguk. Aku pun lanjut membacakan cerita dongeng untuknya.
Yun Seo, putri pertamaku yang baru berumur 5 tahun. Walaupun begitu, ia sudah berani tidur sendiri di kamarnya karena suamiku memang sudah menyediakan kamar untuknya. Yah, tidak terlalu berani, karena ia selalu meminta dibacakan dongeng sebelum tidur.
“Dan akhirnya mereka pun hidup bahagia. Selesai.” Kataku. Aku menoleh dan melihatnya sudah tertidur pulas bersandar di lenganku. Aku mengangkatnya pelan-pelan dan membaringkannya kepalanya di atas bantal. Aku menarik selimut hingga menutupi tubuhnya hingga leher. Aku mencium puncak keningnya lalu beranjak pergi dari kamar setelah mematikan lampu kamarnya.
Aku duduk di depan televisi, kemudian memencet-mencet remote. Tidak ada siaran yang menarik perhatianku. Aku memutuskan untuk mematikan televisi dan beranjak ke kamar tidurku.
Awalnya aku berniat menunggu Young Bae pulang dulu, baru aku akan tidur. Tapi nyatanya, malam ini mataku rasanya sangat berat. Aku melirik jam sekilas yang ternyata sudah menunjukkan pukul 11 malam. Pantas saja aku sudah mengantuk, biasanya aku sudah tidur jam segini.
Ketika aku sudah mau membuka pintu kamar, terdengar suara bel pintu. Aku bergegas ke pintu depan untuk membukakan pintu.
“Annyeong.” Suara Young Bae terdengar lesu ketika aku sudah membukakan pintu.
“Annyeong.” Jawabku singkat. Young Bae melepas sepatunya dan meletakkannya di rak sepatu, kemudian melepaskan jaketnya dan memberikannya padaku. Aku menutup pintu seraya mengambil jaketnya.
Young Bae, ia selalu terlihat muda dengan penampilannya sekarang. Dia selalu memakai jaket kemanapun ia pergi untuk menghindarinya dari kejaran para fansnya. Ya, dia memang seorang artis terkenal, tetapi bukan karena itu aku mencintainya hingga kami berumah tangga seperti sekarang.
“Yun Seo sudah tidur?” Tanyanya.
“Ne, kelihatannya kau capek sekali.” Kataku khawatir. Ia berjalan menuju ke kamar Yun Seo, sementara aku meletakkan jaketnya di atas sofa.
“Ne,” Jawabnya singkat. Aku tidak bertanya lagi dan berjalan menyusulnya ke kamar Yun Seo. Sesampainya di sana, aku melihat lampu sudah menyala, tapi untungnya Yun Seo sama sekali tidak terganggu. Young Bae duduk di samping Yun Seo dan perlahan mengecup kening Yun Seo. Aku bisa melihatnya tersenyum. Kelelahan yang tadi terukir di wajahnya sekarang hilang tak berbekas. Aku ikut tersenyum.
“Kenapa senyum-senyum sendiri?” Tiba-tiba Young Bae sudah berada di hadapanku. Aku terkejut bukan main. Young Bae mematikan lampu kamar dan menarikku keluar. Tangan sebelahnya dengan sigap menutup pintu kamar Yun Seo. Sesampainya di luar kamar, Young Bae melepaskan tanganku.
“Hei, kau tidak lelah? Kulihat tadi wajahmu lelah.” Kataku sambil terkikik.
“Wajah Yun Seo mengingatkanku pada wajahmu waktu kecil dulu, Yun Mi-ah. Seketika lelahku hilang.” Kata Young Bae sambil tersenyum. Aku balas tersenyum.
“Begitu? Ha..ha.. ada-ada saja kau. Wajah anak kita itu memang seperti membawa keajaiban. Aku juga selalu merasa bahagia melihat wajahnya itu.” Kataku.
“Ya, dia adalah keajaiban bagi kita. Ngomong-ngomong, kenapa kau belum tidur?” Tanya Young Bae sambil melihat ke arah jam. “Ini sudah jam setengah 12 pula.”
“Aku menunggumu, kau tahu. Betapa baiknya aku ini.” Kataku bangga. Ia tertawa.
“Kau ini tidak berubah. Gomawo, jagiya.” Young Bae mengecup puncak keningku. “Sekarang, kau tidurlah.” Kata Young Bae lagi.
“Kau?” Tanyaku bingung.
“Sebentar, kau tidur lebih dulu saja. Atau kau mau…” Young Bae tersenyum menggoda sambil menaikkan sebelah alisnya.
“Ah, aku tidur duluan saja.” Potongku cepat. Young Bae tertawa.
Aku pun masuk ke kamar sendiri dan langsung berbaring di tempat tidur. Sial! Sekarang mataku tidak bisa di ajak tidur! Aku mengambil bukuku yang terletak di meja kecil yang terletak di samping tempat tidur dan mulai membacanya. Sudah hampir 25 halaman kubaca, tapi mataku belum mengantuk juga. Aku melirik jam dinding yang sekarang sudah menunjukkan tepat pukul 12 malam. Sementara itu Young Bae belum masuk juga. Aku melanjutkan membaca bukuku.
KLEK!
Aku menurunkan bukuku dan melihat Young Bae sedang mengusap-usap wajahnya dengan handuk. Ternyata Young Bae baru selesai mandi. Mandi saja lama sekali, pikirku.
“Kau belum tidur juga?” Tanya Young Bae ketika melihatku masih memegang buku.
“Aku tidak bisa tidur, tahu.” Kataku sambil melanjutkan membaca bukuku. Young Bae naik ke atas tempat tidur dan berbaring di sebelahku. Aku bisa melihatnya berbalik ke arahku.Aku menurunkan lagi bukuku dan menoleh ke arahnya. Wajahnya begitu dekat denganku.
“Kenapa, jagii?” Tanyaku lembut.
“Tidak, aku hanya ingin melihat wajahmu. Apakah tidak boleh?” Dia malah balik bertanya.
“Hah? Kau ini, aku tidak suka di pandangi, rasanya aneh. Aku, kan, tidak seperti kau.” Kataku sambil berbalik membelakanginya.
“Eh? Jangan marah! Hanya begitu saja.” Katanya. Aku tertawa tertahan.
“Aku tidak marah, aku mulai mengantuk.” Sahutku.
Perlahan aku merasakan tangannya memelukku, lalu aku merasakan punggungku bersentuhan dengan dadanya. Aku hanya diam, karena semakin lama mataku semakin berat.
“Tidurlah, jagii. Saranghae.” Ucapnya pelan.
“Nado saranghae.”
*tau gak sih aku gemeteran bikin yang ini hueeek tarik napas dulu..buang…oke lanjut*
----
“Umma…!! Appa…!!” Samar-samar aku membuka mataku ketika mendengar suara Yun Seo berteriak dari kamarnya. Suara itu semakin lama semakin jelas. Aku menoleh dan melihat Young Bae masih dalam posisi memelukku. Ia tidak sadar. Tumben, biasanya dia selalu paling sensitif pendengarannya. Mungkin karena terlalu capek.
Pelan-pelan aku melepaskan pelukan Young Bae dan beranjak dari tempat tidur menuju ke pintu kamar. Aku keluar kamar dan dengan terseok-seok aku berjalan ke kamar Yun Seo.
Ketika aku membuka kamar, aku melihat lampu kamar Yun Seo sudah menyala, sementara Yun Seo terduduk sambil menangis. Aku menghampirinya dengan terburu-buru.
“Ada apa, Yun Seo-ah?” Aku memeluknya dan mengelus kepalanya pelan. Mulutnya bergetar ingin berkata sesuatu. Aku tetap menunggunya dengan sabar.
“Umma… a-aku takut, umma…” Ucapnya pelan.
“Tenanglah, ada umma di sini… Kau pasti mimpi buruk lagi.” Kataku berusaha menenangkannya. Tangisannya semakin kencang.
“Sudah, sudah… Sebentar, ya. Umma ambilkan minum.” Kataku seraya berdiri.
“Tidak, jangan tinggalkan a—ummaaaaa!!!”
Aku terkejut ketika aku merasakan rasa sakit luar biasa di bagian perutku. Aku melihat ke bawah dan darah sudah mengalir dengan derasnya. Setelah itu aku merasa kehilangan keseimbangan tubuhku. Aku tidak tahu apa-apa lagi setelah itu.
YUN SEO POV
Orang itu keluar dari tempat persembunyiannya dan langsung menusuk umma dari belakang. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku tidak bisa bangkit dari tempat tidurku. Aku mendengar kedua orang itu berbicara.
“Kau benar-benar bodoh! Kenapa kau harus membunuhnya?” Orang yang pertama memukul kepala orang yang kedua. Aku hanya bisa menangis melihat umma yang terbaring lemah di lantai dengan darah berceceran di mana-mana.
“Kalau tidak begitu kita tidak bisa membawa anak ini! Sudahlah, kita bawa saja anak ini! Cepat! Sebelum dia berteriak lagi!” Orang yang kedua tadi mendorong orang yang pertama. Orang yang pertama mengangguk, lalu mereka berdua bergerak mendekatiku.
“Ayo kita pergi dari sini, anak manis…” Orang yang pertama menarik tubuhku, lalu menggendongku. Aku terkejut dan langsung berteriak.
“Ja..ja..jangan…bawa…anakku…” Rintihan umma terdengar tetapi kedua orang itu sama sekali tidak menghiraukannya. Mereka tetap membawaku keluar.
“Appaaaa!!! Appaaaa!! Appaaaaa!!” Teriakku sekencang mungkin. Terlambat, orang-orang ini sangat cepat sekali geraknya. Sekarang kami sudah berada di depan pintu depan.
YOUNG BAE POV
Aku terkejut mendengar suara teriakan Yun Seo yang sepertinya berasal dari arah depan. Aku segera bangkit dari tempat tidur. Yun Mi tidak ada di sampingku. Firasatku mengatakan ini adalah hal yang buruk.
Aku segera bangkit dari tempat tidur dan berlari ke luar rumah karena mendengar suara itu berasal dari luar rumah. Aku berlari hingga ke tengah jalan tanpa alas kaki. Dari kejauhan, samar-samar aku melihat Yun Seo di gendong oleh 2 orang berpakaian hitam-hitam. Aku segera berlari menghampiri mereka. Beruntung mereka tidak melihatku, jadi aku bisa menyamai langkah mereka.
BUK! Aku meninju salah satu dari mereka yang tidak menggendong Yun Seo. Dia terkejut, berbalik ke arahku dan balas meninjuku, tetapi aku bisa menghindarinya. Dengan cekatan aku langsung meninjunya lagi tepat di perut. Dia terbatuk-batuk hingga mengeluarkan darah dan terjatuh.
Aku berbalik dan tiba-tiba di suguhi pukulan keras dari samping hingga aku terjatuh. Orang yang menggendong Yun Seo tadi rupanya yang meninjuku. Sekarang aku bisa melihat Yun Seo berdiri di belakang orang itu. Aku berusaha berdiri tetapi usahaku di gagalkan olehnya. Ia memukulku lagi hingga aku terjatuh. Aku bisa mendengar Yun Seo berteriak meminta pertolongan, tetapi mulutnya tiba-tiba ditutup oleh seorang lain yang tidak lain adalah orang yang telah kupukul sebelumnya.
Tiba-tiba dari kejauhan aku mendengar suara ribut-ribut. Aku menoleh dan melihat segerombolan orang yang kukenal adalah sebagian dari tetanggaku. Kedua orang tadi kebingungan.
“Gawat! Kita harus pergi!” Kata salah seorang dari mereka. Yang satunya mengangguk dan menarik Yun Seo. Aku segera bangkit untuk mencegah mereka membawa Yun Seo lagi, tetapi tubuhku jatuh lagi, tidak kuat menahan rasa sakit di perutku.
“Hentikan! Tidak usah membawa anak itu. Anak itu hanya akan memperlambat langkah kita.” Orang itu mencegah yang langsung di sanggupi oleh orang satunya. Mereka lalu pergi. Yun Seo segera berlari menghampiriku.
“Appa…” Yun Seo terduduk di sampingku dan memelukku. Aku mulai merasa sekelilingku ramai, dan akhirnya, semuanya hilang. Aku tidak merasakan apa-apa lagi.
~~~~
15 YEARS LATER
YUN SEO POV
Aku hanya duduk diam memandang nisan tersebut. Di tanganku sudah ada 2 bunga. Aku meletakkan bunga itu di atas kedua makam itu. Aku ingin menangis, tapi rasanya tidak benar kalau aku menangis lagi. Sudah terlalu sering aku menangis sejak mereka berdua meninggalkanku untuk selamanya. Kupikir mereka tidak bahagia melihatku begini.
“Umma… appa… mianhae…” Gumamku pelan, berusaha menahan tangisku.
Tiba-tiba aku teringat saat-saat ketika umma dan appa di bawa ke rumah sakit malam itu. Malam ketika ada dua orang yang berniat menculikku. Ketika itu aku hanya bisa menangis. Berbicara pun bahkan aku merasa susah, bingung apa yang harus kukatakan. Akibat aku mendadak tidak bisa bicara saat itu, umma sampai meninggal dunia akibat kehabisan darah dalam perjalanan ke rumah sakit. Itu karena para tetangga yang malam itu datang menolong appa terlambat mengetahui keadaan umma yang sudah sekarat.
Sementara appa, sepanjang perjalanan ia tidak sadarkan diri. Aku hanya bisa menangis. Beruntung seorang ajumma selalu menemani dan menenangkanku. Kini ajumma itu sudah kupanggil umma. Ya, dia dan suaminya mengangkatku sebagai anak mereka.
Di rumah sakit, aku sering tertidur di samping appa yang tidak juga bangun hingga berhari-hari. Apa pukulan waktu itu sangat mengerikan hingga membuat appa tidak sadarkan diri juga? Begitu pikirku saat itu. Hingga beberapa hari kemudian appa sadar, dan berkata padaku. Kata-katanya selalu kuingat hingga sekarang.
“Yun Seo-ah, yakinlah, umma dan appa selalu menyayangimu, selalu mencintaimu, dan selalu bersamamu. Walaupun nanti kita harus berpisah, kau harus bisa membuat umma dan appa bangga.”
Beberapa hari kemudian appa meninggal. Peristiwa itu membuatku kalut sepanjang hari, bahkan berbulan-bulan. Aku tidak bisa berbuat apapun selain menangis. Hingga akhirnya aku tahu, appa meninggal bukan karena di pukul malam itu, tapi karena ia mengidap penyakit kanker otak yang sudah dideritanya sejak lama. Sejak itu, aku mulai bangkit dari rasa kalutku. Dan sekarang aku berhasil.
Sekarang aku sudah menjadi artis, sama seperti appa. Bahkan aku mulai mencoba untuk membuat karya tulis. Aku tahu dari ajumma yang sekarang menjadi umma-ku, umma-ku yang dulu selalu berkata, beliau selalu bermimpi menjadi penulis.
“Umma, appa, kalian berdua adalah keajaiban bagiku. Saranghaeyo, umma, appa…”